ad1

Mati Suri

Hai, namaku Ken. Aku duduk di kelas 7. Aku anak sebatang kara. Hujan atau panas pun aku selalu sendiri. Jarang ada yang menemaniku. Membutuhkanku hanya ada butuhnya saja. Ke kantin saja sendirian apalagi pulang sekolah
Saat di kelas aku duduk sendiri di kelas. Entah, mengapa perasaanku tidak enak begini.

Pak Hilmi bilang bahwa sekarang ada pembagian kelompok pelajaran Bahasa Sunda. Aku tidak tau kelompokku bersama siapa.
“Sa, aku boleh tidak sekelompok bersamamu?” Tanyaku
“Aku sudah cukup. Kelompok yang lain sepertinya juga sudah cukup.” Jawab Elisa
“Ya sudahlah aku sendiri saja.” Pintaku dengan nada yang malas

Saat mengerjakan tugas kelompok tiba-tiba ada seorang wanita berambut panjang memakai baju seragam sekolahanku. Dan ternyata… Itu Firda. Firda berkata dia ingin mengajakku untuk kerja kelompok bersamaku.
“Ken jangan mau kerja kelompok bersamanya. Kamu bakal dikacangin sama dia!”
“Siapa yang berkata seperti itu padaku? Sepertinya, tidak ada satu orang pun di sebelahku? Di sebelahku hanya tembok dan Firda. Hmm.. mungkin hanya perasaanku saja kali ya.” Tanyaku dalam hati
“Coba kamu tengok ke belakang…” Katanya sambil bersiul
Astaga!!! Wanita bermuka hancur yang penuh darah!! Ternyata dia yang dari tadi menghasut obrolanku dengan Firda! Siapa dia? Kenapa tiba-tiba dia Ada di sebelahku? Karena aku kaget, aku menendang kursi ke arah belakang.
“Dih, kenapa kamu Ken?” Tanya Arka kebingungan
“Aa…Ddd…aaa… Sssesesese…taa..nnn!!!” Jawabku sambil menjerit ketakutan
“Hah? setan? Hahaha yang namanya setan itu ada di malam hari. Bukan di Siang hari. Biasanya saja kamu tidak seperti itu.” Katanya sambil tertawa terbahak-bahak
Tiba-tiba Arka tertiban proyektor yang jatuh secara drastis. Lalu, aku bingung mengapa Arka ketiban proyektor secara tiba-tiba? Aneh sekali. Arka pun dibawa ke UKS. Lalu, aku bingung mengapa saat aku mengantar Arka ke UKS kakiku sangat berat untuk dilepaskan.
“Woy!!! Tungguin aku!” Teriaku karena aku ketakutan di kelas
Aku pun terkunci di dalam kelas.
“Hai Ken”
“HAAAA! Jangan ganggu aku aku tidak bermaksud mengganggumu maafkan aku!” pintaku sambil menjerit dan menutup mukaku sambil jongkok
“Aku tidak bermaksud menakutimu. Aku hanya ingin kamu menemaniku agar aku dan kamu tidak kesepian. Tadi, yang menjatuhkan proyektor ke badan Arka itu adalah aku.” Ucapnya dengan nada datar
“Na… na… namamu siapa?” Tanyaku sambil ketakutan
“Namaku Joya. Sebut saja Oya. Aku adalah anak dari pemilik Kuburan ini. Kini, kamu telah menjadi hantu. Bukan lagi manusia.” Katanya sambil memegang rambutnya yang sangat panjang
“Kuburan? Ini sekolah! Bukan kuburan! Aku ini sudah menjadi hantu? Ini dunia N-y-a-t-a!” Kataku sambil membentak
“Kamu tidak mempercayainya? Coba saja kamu mengambil pulpen. Setelah itu, bawa pulpen itu untukku.” Pintanya sambil menatapku dengan muka jutek
Aku hanya bisa terdiam.

Ternyata apa yang diomongkan Joya itu benar.
“Ini bukan lagi sekolah. Tetapi, kuburan. Kuburan keegoisan. Dimana manusia yang mengunjungi tempat ini lalu menyepelekannya/tidak percaya kalau disini ada hantu lalu, mereka akan kubunuh secara kejam! Karena teman-temanmu selama ini sebenarnya tidak ada.” Ucapnya dengan suara yang tegas
“Jadi, selama ini aku tidak sekolah? Alasanku tidak mempunyai teman, itu?” Tanyaku sambil kebingungan
“Pertanyaanmu benar semua. Apakah kamu ingin menjadi sahabatku? Ingat! Kamu ini hantu. Bukan lagi manusia!” Bentaknya
“Baiklah. Mengapa aku bukan lagi manusia?” Tanyaku dengan menjerit
“Karena, kamu tadi sudah menanggapi Arka dengan menjawab DISINI ADA SETAN!” Jawabnya dengan mata yang tajam
Tiba-tiba Oya itu menjelaskan semuanya padaku. Bahwa, dia anak pemilik sekolah ini yang telah meninggal karena bunuh diri. Bunuh diri karena dirinya selalu sendiri tak ada satu orang pun yang menemaninya. Sepertiku. Selain itu, dia juga sering dibully oleh teman-temannya yang tidak suka sama Oya.
“Wah, betapa malang hidupmu. Yang sabar ya Oya masih ada aku yang menjagamu. Hidupmu dan Hidupku sama.” Kataku sambil meneteskan air mata
“Iya terimakasih telah memberi motivasiku.” Ucapnya sambil tersenyum di depan hadapanku
“Iya sama-sama dengan senang hati.” Balasku dengan senyuman yang lebih lebar darinya

Hidupku hanya bersama Oya. Aku dan Oya bagaikan adik kakak. Kemana-mana selalu bersama. Menampangkan diri di depan manusia yang ke kuburan. Agar manusia itu tidak mengganggu penghuni Kuburan ini seperti Aku, Oya, Arka dan yang lainnya. Tetapi sayang, Arka beda dunia denganku. Waktu pun cepat berlalu. Sudah 3 hari aku bersama Oya.
Lalu, apa yang akan terjadi?
“Oya, apakah ini sudah 3 hari?” Tanyaku dengan peluh yang bercucuran
“Hmm.. iya ken. Aku ingin pergi ke sana dulu ya. Maafkan aku kalau aku sudah membentakmu dan mengambil rohmu hanya untuk menemaniku bermain. Kembalilah kepada Jasadmu. Selamat tinggal sahabat dunia lainku.” Kata Oya sambil berjalan menuju pintu yang besar entah dia kemana
Aku pun menangis lalu kembali ke jasadku. Aku pun membuka mataku ke dunia nyata.
“Arka? Kamu masih ada disini?” Tanyaku
“Memangnya kamu pikir aku dimana Kennn?” Tanyanya sambil menahan tertawa
“Bubububu…kannya kamu tertiban proyektor?” Tanyaku sambil grogi
“Hahaha dasar indigo. Aku ini di sebelahmu dari tadi. Tapi tadi aku hanya tertiban buku di atas proyektor.” Jawabnya sambil tertawa
“Tadi kamu terkunci disini dan tidur tetapi kamu sekarang sudah sadar.” Ucap Firda sambil mengerjakan Prnya
Apa yang aku alami tadi? Siapa wanita Oya yang cantik berambut panjang itu? Mengapa dia bilang aku ini sudah menjadi hantu? Mungkin itu hanya mimpi.
Astaga!!! Rupanya Sahabat hantuku.

Cerpen Karangan: Niken Yeckti Rachmahatmi Adiputra
Blog: http://nikenyecktiradiputra.blogspot.com
Facebook: Alditsa Niken Sadega Episode II
Dengan menulis aku akan bisa mengungkapkan kalimat dan cerita hidupku. Bahkan perasaanku.

Buku Berdarah

18 oktober 2007
Di ruang kelas pulang sekolah…
Semua siswa-siswi sudah pulang, kecuali Dita dan Shilla. Sebelum pulang mereka diminta menempelkan hasil karya para siswa-siswi di mading. Kemudian turun hujan sehingga mereka berdua menunggu hujan reda. Sembari menunggu hujan, mereka berdua duduk-duduk di kelas.

“Lo jahat ya! Jahat banget sama gua!” Kata Dita.
“Emang gua salah apa sih?” Shilla heran.
“Udah, jangan munafik! gua kan udah pernah bilang kalo gua suka banget sama Ricky! Tapi kenapa lo malah jadian sama Ricky?” Tanya Dita.
“Tapi jujur, gua gak suka sama Ricky. Tapi Ricky yang nembak gua!” Kata Shilla.
“Iya gua tau! Lo gak suka kan sama Ricky? Tapi kenapa lo sampai jadian sama Ricky? padahal lo kan tau kalo gua sayang banget sama Ricky! Kenapa sih lo mesti nusuk gua dari belakang? Kenapa? gua ini sahabat lo Shilla” Kata Dita sambil terisak.
“Tapi… tapi…” Belum sempat Shilla melanjutkan kata-katanya, tiba-tiba Dita menusuk Shilla dengan pisau. Seketika Shilla tergeletak di lantai bersimbah darah. Lalu Dita meneteskan darah di pisau ke buku diary milik Shilla.
“Ini pembalasan dari gua, selamat tinggal Shilla” lalu Dita meninggalkan mayat Shilla di kelas.

5 tahun kemudian…
“Anak-anak, kalian diminta untuk membuat sebuah puisi, yang terbaik akan dipajang di mading” kata Pak Andhika, guru Bahasa Indonesia.
“Baiik pak” akhirnya pelajaran selesai. Para siswa-siswi segera pulang.

Perjalanan pulang…
“Aih, gua gak jago bikin puisi” kata Nadine.
“gua sih gak terlalu” kata Vianni.
“gua sih bisa-bisa aja” kata Marchella.
“Iya, lo kan pinter. Gak kayak gua, bikin puisi aja gak bisa” kata Tiara.

Malam harinya…
“Hmm, kali ini bikin puisi apa ya?” Kata Marchella dalam hati.
“Aha!” Tiba-tiba Marchella menemukan ide.

Esok harinya…
“Ya, anak-anak. Sudah dikerjakan tugas yang bapak berikan kemarin?” Tanya Pak Andhika.
“Sudah pak”
“Nah, sekarang coba Marchella maju ke depan, bacakan puisi mu” kata Pak Andhika.
Marchella maju ke depan, sedangkan teman-temannya menunggu giliran dengan gelisah.

Ketika malam tiba
Aku termenung di sudut jendela
Memandangi langit malam
Yang penuh dengan bintang-bintang

Aku mencoba melihat kembali ke atas
Akhirnya telah tampak sang bulan
Bulan yang berdiam di langit
Ditemani oleh sang bintang

Andai saja tuhan memberiku sayap
Maka aku akan terbang ke atas
Jauh ke atas dan akan kuraih bintang-bintang di langit.

Setelah Marchella membacakan puisinya, seluruh siswa-siswi bertepuk tangan.
“Ya, sangat bagus Marchella! Good job” kata Pak Andhika.
Machella segera duduk kembali. Lalu, Pak Andhika memanggil murid-murid yang lain untuk membacakan puisi.
“Baiklah anak-anak, puisi yang akan dipajang di mading adalah milik Marchella, Dhika, Astri, Frans, dan Zee” kata Pak Andhika.

Selesai sekolah Marchella, Andi, Chintya, dan Dimas masih harus tinggal di sekolah untuk piket dan memajang puisi di Mading. Saat sedang menyapu, Marchella menemukan sesuatu di kolong lemari.
“Apaan sih?” Lalu Marchella mengambil benda itu.
“Hah? diary? punya siapa nih?” Marchella heran.
“Eh Marchella, ngapain lo jongkok disitu?” Tanya Dimas.
“gua nemuin diary” kata Marchella.
“Iih, punya siapa sih? Jangan sembarangan diambil” kata Chintya.
“Lo mah percaya takhayul banget” kata Andi.
“gua bawa pulang ah” kata Marchella.
“Terserah! Ya udah yuk kita pulang” kata Dimas.
Lalu mereka berempat segera pulang.

Di rumah, malam hari…
“Ini kira-kira punya siapa sih?” Kemudian Marchella membuka diary itu.

Milik: Ashilla Fiona Michella
Since: 19 maret 2006

“Ashilla itu siapa sih?” Marchella heran.
Marchella penasaran, ia membuka halaman terakhir di diary itu.
“Haaaahhhh!!” Marchella kaget, ada bercak darah di diary itu.
Lalu Marchella segera menutup buku itu dan menyimpannya di laci. Kemudian Marchella pergi tidur.

Malam semakin larut, tetapi Marchella belum bisa tidur. Kamarnya gelap, ia segera menyalakan lampu. Kemudian Marchella memberanikan diri untuk mengambil diary itu.
“Baca-baca aah” kata Marchella sembari membuka buku itu.

14 oktober 2007
Hari ini Ricky nembak aku. Sebenernya aku gak suka sama Ricky. Lagipula aku tau kalo Dita suka banget sama Ricky. Tapi Ricky udah lama banget suka sama aku. Dan Ricky kena penyakit kanker. Ricky bilang, hidup dia mungkin gak akan lama lagi. Karena kasihan, aku terima aja.

“Ricky? Dita? Mereka sebenernya siapa ya?” Marchella masih heran.
“Aah bodo amat lah. Ini kan diary orang. Tapi ngomong-ngomong ngapain juga ya gua bawa-bawa diary orang? Aah tapi kan gak ada yang punya. Mending gua bawa. Secara kan gua kepo. Hahahaha” Marchella tertawa sendiri.
Marchella segera meletakkan diary itu di laci. Lalu Marchella kembali tidur.

Esok harinya…
“Eh, kemarin ya gua nemu diary. Gak jelas gitu deh. Terus di belakangnya ada bercak darah” kata Marchella kepada teman-temannya.
“Terus lo bawa pulang?” Tanya Tiara.
“Yupz” kata Marchella.
“Emang lo gak takut apa?” Kata Vianni.
“Enggak” kata Marchella
“Eh, ngomong-ngomong itu diary punya siapa?” Tanya Nadine.
“Ashilla fiona Michella” jawab Marchella.
“Astaga naga bonar ebuset” Nadine kaget.
“Emang kenapa?” Tanya Tiara.
“Nih, jadi si Ashilla itu seangkatan sama kakak gua, si Naura. Kakak gua kan lulusnya tahun 2008. Tapi si Ashilla meninggal tahun 2007″ kata Nadine.
“Berarti Ashilla meninggal pas kelas SMA 2 dong” kata Vianni.
“Iya, kayak kita. Kita kan sekarang juga kelas SMA 2″ kata Nadine.
“Terus, kok bisa meninggal?” Tanya Marchella.
“Kalo gak salah sih dibunuh sama sahabatnya sendiri, si Dita. Ceritanya Dita sukaan sama cowok namanya Ricky. Terus Ricky malah jadian sama Shilla. Dibunuh deh” kata Nadine.
“Kok lo tau banget sih ceritanya?” Tanya Tiara.
“gua dikasih tau kakak gua” kata Nadine.
“Terus, si Shilla meninggal dimana?” Tanya Vianni.
“Kejadiannya di kelas kita” kata Nadine.
“Hiiiiyy!” Marchella bergidik ngeri.

Pulang sekolah…
“gua jadi penasaran sama kejadian itu” kata Marchella.
“Sama nih, gua pengen selidikin” kata Nadine.
“Kan kakak lo bisa kita mintain informasi” kata Marchella.
“Masalahnya kakak gua di kuliah di Amerika” kata Nadine.
“Yaah, terus gimana dong?” Kata Marchella.
“Gimana kalo kita ke ruang perpus aja? Siapa tau kita bisa nemuin data tentang Ashilla dan Dita” kata Nadine.

Di ruang perpus…
“Duh, buanyak banget” kata Nadine.
“Ribet nih carinya” kata Marchella.
Kemudian mereka mencari arsip tahun 2006-2007.
“Ini dia!” Kata Nadine.
“Apaan tuh?” Tanya Marchella.
“Ini arsip nya Ashilla dan Dita” kata Nadine.
Kemudian mereka berdua menyelidiki arsip itu.
“Ooo… gua dapet alamat mereka berdua” kata Nadine

Perjalanan pulang…
“Lo udah catat alamat mereka?” Tanya Marchella.
“Udah” kata Nadine.
“Terus kapan kita pergi?” Tanya Marchella.
“Besok. Kan besok hari sabtu” kata Nadine.
“Oh iya, libur” kata Marchella.

Di rumah…
“Haaa… Akhirnya bisa rebahan lagi di kasur yang serba empuk ini” kata Marchella sambil berguling-guling di kasur.
“Tapiii… Ini kok panas banget ya kayak di pantai kuta?” Tanya Marchella.
“Ooo iya! gua belum nyalain AC” lalu Marchella segera menyalakan AC.
Kemudian Marchella kembali mengeluarkan diary yang kemarin ia temukan. Tanpa sengaja Marchella membuka halaman terakhir.
“TOLONG AKU!” Tertulis sebuah kalimat di halaman terakhir.
“Hah? Ini tulisan siapa sih? Bikin merinding aja” kata Marchella.

Malam hari…
Marchella akan beranjak tidur. Matanya terasa berat. Saat Marchella sedang menatap ke kaca, ia melihat seorang perempuan. Perempuan itu berambut panjang sepinggang, memakai baju putih abu-abu, dan ada bekas tusukan di perutnya.
“Haaahhh!!! Hantu!! Hantuu!!” Marchella takut sekali.
Tiba-tiba mama Marchella masuk ke kamar Marchella.
“Ya ampun, kok teriak-teriak sih?” Tanya mama.
“Ma, ada hantu ma! Ada hantu!” Kata Marchella.
“Hantu? Aah masa sih?” Kata mama
“Bener mah!” Kata Marchella.
“Udah ah! Makanya kalo mau tidur berdoa! Jangan mikir yang aneh-aneh. Met bobo” kata mama.
“Iya ma, met bobo” lalu Marchella segera menutup diri dengan selimut.

Esok hari…
“Semalem gua ngelihat hantu” kata Machella.
“Hah? Hantu? Kayak gimana?” Tanya Nadine.
“Mirip sama foto Ashilla di buku arsip kemarin” kata Marchella.
“Terus?” Tanya Nadine.
“Di halaman paling belakang ada tulisan tolong aku. Jangan-jangan Ashilla yang minta tolong” kata Nadine.
“gua sih juga bingung” kata Nadine.
“Terus sekarang kita mau kemana?” Tanya Marchella.
“Ke Parung, Bogor” kata Nadine.
“Ngapain?” Tanya Marchella.
“Kita mau ke rumah Ashilla, di jalan kenari” kata Nadine.
Lalu Nadine menyerahkan kertas berisi alamat yang dilihatnya di buku arsip kepada Marchella.

Di rumah Ashilla…
“Permisi…” Kata Nadine sambil mengetuk pintu.
“Gak ada orang ya?” Tanya Marchella.
Lalu, dari seberang rumah datang seorang ibu tua.
“Adek nyari siapa?” Tanya ibu itu
“Nyari yang tinggal di rumah ini” kata Marchella.
“Penghuni nya udah pindah 3 tahun yang lalu. Kalo gak salah sih ke Semarang. Dengar-dengar sih, anak yang tinggal disini tuh dibunuh” kata ibu itu.
“Makasih ya bu” kata Nadine.
Lalu mereka segera naik ke mobil untuk melanjutkan perjalanan.

Di mobil…
“Rumah Dita dimana?” Tanya Marchella.
“Kan ada disitu neng, di jalan Cemara nomor 34″ kata Nadine.
“Oo iya, gua gak lihat kertasnya” kata Marchella sambil cengar-cengir.
“Uuu! Semprul!” Kata Nadine.
Tak lama, mereka sampai di rumah Dita.

Di rumah Dita…
“Permisi…” Nadi mengetuk pintu pagar.
“Iyaa…” Lalu seorang wanita membukakan pintu.
“Ada Dita gak bu?” Tanya Marchella.
Ibu itu hanya terdiam, lalu menangis.
“Ibu kenapa?” Tanya Nadine.
“Ayo, ikut ibu ke dalam” lalu Nadine dan Marchella masuk ke dalam rumah.
“Untuk apa kalian kemari?” Tanya Ibu itu.
“Kami mau menyelidiki kejadian pembunuhan 5 tahun yang lalu di sekolah kami” kata Marchella.
“Kalian pasti dari SMA melati Parung kan?” Tanya ibu itu.
“Iya bu. Nama saya Nadine, ini teman saya Marchella” kata Nadine.
“Oo, ibu ini mamanya Dita” kata ibu itu.
Lalu Nadine dan Marchella menceritakan kejadian pembunuhan itu.
“Begitu ceritanya” kata Marchella.
tak lama kemudian ibu itu menangis.
“Kenapa Bu?” Tanya Nadine.
“Waktu itu, pulang sekolah seragamnya Dita ada bercak darah. Lalu Dita menangis seharian di kamar. Terus Ibu tanya kenapa. Dita bilang dia merasa bersalah sama Ashilla. Dita bilang kalo Dita udah membunuh Ashilla” kata Ibu itu.
“Terus, gimana kelanjutannya?” Tanya Marchella.
“Pas esoknya, mayat Ashilla ditemukan. Dita langsung pergi ke acara pemakaman Ashilla. Sejak saat itu, Dita jadi anak yang pemurung. Dita dihantui rasa bersalah. Dan sekarang, Dita kena penyakit jiwa” kata Ibu itu sambil menangis.
“Hah?” Marchella dan Nadine kaget.
“lalu, Dita ada dimana?” Tanya Nadine.
“Sekarang Dita di RSJ. Kalau kalian mau ketemu, ayo sekalian antarkan ibu” kata Ibu itu.
Lalu mereka segera menuju RSJ.

Di RSJ…
“Dita ada di ruang melati. Kalian masuk saja” kata Ibu itu.
“Ibu gak mau masuk?” Tanya Marchella.
“Ibu gak kuat lihat kondisi Dita” kata Ibu itu.
Perlahan-lahan Nadine dan Marchella melangkah masuk ke ruang Melati. Di pojok kamar ada Dita yang sedang menangis.
“Dita…” Panggil Nadine.
“Ada apa?” Tanya Dita.
“Benar, kamu yang membunuh Ashilla?” Tanya Marchella.
“Iya… Mau apa tanya-tanya?!” Kata Dita sambil marah.
Lalu, Nadine memberikan diary Ashilla kepada Dita.
“Dulu, aku membunuh Ashilla karena dia jadian sama Ricky, orang yang aku suka. Aku cemburu sama Ashilla dan Ricky. Lalu, sejak pembunuhan itu aku menyesal telah membunuh sahabatku” kata Dita.
Nadine dan Marchella mendengarkan Dita.
“Andai saja, aku tidak membunuhnya. Sekarang aku tak ada kesempatan lagi untuk meminta maaf” kata Dita sambil menangis.
“Masih ada waktu untuk minta maaf. Ayo kita pergi ke makam Ashilla” kata Nadine.
lalu dengan pengawasan perawat, Nadine, Marchella, Ibu Dita, dan Dita pergi ke TPU parung.

Di TPU parung…
“Ini dia kuburan Ashilla” kata Nadine.
“Ashilla, maafin gua. Dulu gua udah membunuh lo. gua nyesel banget. Maafin gua ya. gua dihantui rasa bersalah sejak gua membunuh lo 5 tahun yang lalu. Maafin gua” kata Dita.
Tiba-tiba, dari kejauhan tampak Ashilla tersenyum kepada Dita. Dita juga ikut tersenyum.
Kemudian mereka pulang.

Seminggu kemudian…
Marchella dan Nadine sedang duduk berdua di kelas. Mereka sedang asyik mengobrol. Tiba-tiba, mereka melihat seseorang yang duduk di bangku paling depan.
“Siapa ya?” Tanya Nadine.
Orang itu berbalik, rupanya orang itu adalah Ashilla!

Selesai

Cerpen Karangan: Olivia Putri Hermawan
Facebook: Olivia Putri

Nama ku Olivia Putri Hermawan.
Hobi ku menulis cerpen dan cerbung.
Kalau mau tau lebih banyak tentang aku, silahkan follow twitter ku
@olivia86746072
Thanks….

Horror Side

Malam ini, ya saat sepi. Aku tidak bisa tidur karena terus membayangkan film horor yang aku tonton tadi.
Aku memaksa mataku untuk terlelap dan istirahat. Tapi, mataku selalu membantah dan melihat suatu sosok yang tidak lazim. Saat itu aku berteriak. Tapi, mulutku terasa disekap. Ruang kamarku tiba-tiba gelap. Aku tidak bisa melihat satu benda pun. Ak.. aku melihat..
“Hey, siapa kau? Jawab a.. ak..”
Aku merasa kakiku ditarik oleh tangan dengan permukaan yang sangat kasar, berkuku tajam. “Argghh.. siapa kau? Ibu.. ayah.. kakak, kumohon jangan main-main!”.
Aku menenggelamkan seluruh tubuhku ke selimut tebalku, namun lagi-lagi ditariknya. Aku mengumpulkan kekuatanku untuk lari, menerjang ke arah pintu.
“Sial, ini terkunci”. Keringat dingin mulai membasahi tubuh dan rambutku, tiba-tiba sosok itu muncul tepat di hadapanku, aku bisa melihat matanya yang berkilat tajam sangat mengerikan, perlahan tubuhku merosot terduduk bersandar di pintu dengan napas menggebu-gebu.
Saat sosok itu menangkapku, aku berlari menjauh menuju sudut kamarku. “Bu.. ayah..”
Srek srek srek srek
Sosok itu muncul lagi, langkah kaki yang terdengar sangat dipaksakan. Dalam gelap aku tidak bisa memastikan bagaimana sosok itu, namun aku bisa merasakan keberadaan sosok mengerikan itu yang ada di dekatku. Aku mencoba berdiri dan berlari lagi, namun aku tersandung dan tubuhku masuk ke bawah ranjang tempat tidurku. Uhh situasi yang sangat menguntungkan.
“Argghh”. Untuk kesekian kalinya kakiku ditarik oleh tangan kasar itu, aku diseret menuju tembok, sosok itu menghimpitku, aku berpikir mencari cara untuk terlepaskan, pura-pura terjatuh dan langsung berlari. Aku melempar beberapa buku yang tersusun rapi di meja belajar di samping tubuhku. Sosok itu menghilang! Fuihh lega. Tiba-tiba
Tsss
Aku mendongakkan kepalaku, dan sosok itu tepat berada di atas kepalaku, darah dari tubuhnya menetes tepat di wajahku. Aku ingin berteriak, tapi mulut ini kembali disekap, tidak ada suara yang dapat keluar dari mulutku, lututku lemas, aku sangat ketakutan.
Pukk
Sebuah telapak tangan menepuk bahuku keras, aku hanya dapat berlari ke setiap sudut kamar yang aku yakin sangat berantakan saat ini, aku bermandikan keringat dingin, sosok itu kembali muncul, kali ini tepat di hadapan wajahku, sangat dekat!
“Argghh..”
“Bangun Libby, bangun, hey bangun”.
Aku merasa ada yang memanggil namaku. Kenapa kali ini mataku terasa melihat cahaya. Aku menggesek mataku dengan tangan dan. Ah sosok itu!
“Ahh.. itu.. i.. itu, eee.e.. ibu?”
“Apa yang terjadi denganmu hey? Berteriak dengan lantang di malam hari”.
Aku menatap sekelilingku, kamarku yang tadinya hitam gelap, kini sangat terang. Tidak ada hal yang aneh disini.
“A.. a.. apakah aku bermimpi?”
Ibuku hanya mendecak kesal, pergi menjauh dari kamarku. Ia membawa sebuah gayung berisi air.
“Jika kau masih berharap bisa sarapan, segera bangun dan mandi. Ibu akan pergi limabelas menit lagi. Jangan sampai kau terlambat ke sekolah”. Omel ibuku, aku masih saja terdiam.
“Heah, kau sangat susah dibangunkan”. Ucapnya sebelum benar-benar pergi.
Aku lemah, memaksakan tubuhku untuk bangun. Aku merapikan tempat tidurku dan pergi bergegas untuk mandi. Saat shower itu kugunakan untuk membasahi tubuhku, aku teringat tetesan darah tadi. “Kumohon, aku ingin pikiranku segar kembali”.
Aku segera mengganti bajuku dan pergi ke meja makan untuk sarapan. Aku menghela napas, saat roti menuju mulutku aku selalu teringat akan mimpiku tadi. “Ah.. tak usah kupikirkan”. Nyamm..
“Libby, ibu akan berangkat sekarang”. Teriak ibuku.
“Libby, ayo cepat!” Teriak ayah yang akan menuju kantornya yang bersebelahan dengan sekolahku.
“Ya sebentar”. Aku sigap melangkahkan kaki ini untuk pergi.
Aku membuka pintu mobil dan duduk di kursi belakang.
“Yah, ayo cepat. Ini sudah terlambat”.
Ayah, menolehkan perlahan kepalanya ke arahku.
“Argghh! Tidak, sosok itu”.

End

Cerpen Karangan: Andini Fitriani
Facebook: Andini Fitriani
Andini fitriani
Kp. Cikondang, Kec. Pangalengan
SMAN 1 Soreang

Sekolahku Angker

Nama ku ana, aku bersekolah di salah satu sekolah menengah pertama negeri yang ada di jakarta. Semenjak aku masuk ke sekolah itu aku tidak tahu letak dan gedung sekolahnya karena pendaftaran sekolah hanya dari online dan aku baru tahu gedung sekolah pas hari pertama mos (masa orientasi siswa) saat mos aku ditemani mama ku, sebelum kegiatan mos dimulai aku dan mama sejenak berkeliling-keliling gedung sekolah yang kelihatannya agak sedikit aneh karena gedung sekolah baru ku ini kurang terawat.

Tujuan pertama yang kita ingin lihat adalah kantin, yaapp dugaanku ternyata benar bahwa kantinnya sedikit lusuh dan hanya ada 5 tempat jajanan. Bukan hanya itu yang membuat aku terkejut, tapi jalan menuju kantinnya itu melewati lorong yang agak panjang dan tidak ada lampu sama sekali. Sesekali mama berkata “ih kok begini ya?” dan aku hanya bisa menaikkan pundak secara tidak langsung aku berkata “gak tau deh”. “Oke kantin sudah kita lihat.. sekarang tujuan selanjutnya kemana ya?” Tanya ku kepada mama. Mama berkata “kita ke toilet saja na, mungkin toiletnya tidak terlalu buruk seperti kantin ini”. Yaa mungkin mama ada benarnya juga mungkin toilet tidak lebih buruk dari kantin ini, ucapku dalam hati.

“Kak toilet dimana ya?” Aku bertanya kepada kakak kelas yang ada di lorong kantin. “Kamu lurus aja nanti belok kanan lalu ada tulisan toilet sebelah kanan..” jawab kakak kelas yang aku tidak tahu namanya. “Oh makasih ya kak” jawabku. Kemudian aku dan mama mulai menelusuri lorong itu, mengikuti arahan kakak kelas tadi. Setelah sampai di toilet aku sedikit bingung karena toilet ini sangat berbeda dengan toilet sd ku dulu, tapi aku tetap merasa sanggup sekolah disini.

Setelah beberapa bulan aku sekolah disini, mulai beredaran berita-berita miring tentang sekolah ini, salah satunya adalah berita tentang sekolah ini dulunya bekas rumah sakit belanda selain itu ada juga berita kalau ruang kelasku ini banyak hantu-hantu belandanya gitu.

Awalnya aku memang tidak percaya tentang kabar yang beredar itu tapi setelah 2 tahun berjalan aku sekolah di smp itu aku mulai percaya tentang berita yang sudah beredar itu. Faktanya pas teman sekelas ku ada yang mengikuti kegiatan pelantikan paskibra yang mengharuskan anggota paskib menginap di sekolah selama satu malam, selama satu malam itu dia merasakan banyak keanehan di sekolah. Semua keanehan itu dia ceritakan kepada ku, mulai dari pintu kelas yang kebuka sendiri pada malam hari sampai dia melihat suatu penampakan di tangga lantai 1 sekolah.

Cerpen Karangan: Cut Bilqis Putri Afla



Ini merupakan cerita pendek karangan Cut Bilqi

Rumah Angker

Hening malam itu begitu mencengang nama saya Natan yang sering pulang malam lewat di depat rumah itu, suasana begitu misterius keadaan bagai malam tiada habisnya dengan waktu yang terus berjalan seakan berjalan sangat lama. Rumah itu begitu berkesan bagi sang pemilik, dulu pemilik rumah itu meninggal akibat ulah para pemburu bayaran, putri mereka yang begitu cantik membuat nafsu bejat sang ayah menggerutu ke uluh hati, bisikan malaikat-malaikat tuhan sudah tak terhiraukan lagi di hati, telinganya. Seruan para setan begitu terjerat di hati tiada disangka ulah itu terjadi saat sang istri sekaligus ibu dari gadis cantik bernama Renna itu tak berada di rumah.

“Renn bisa tolong ayah nggak, tolong kamu ambilin minuman ayah di ruang tenggah?” modus dari pikiran bejat ayahnya. Renna yang patuh dan tak berfikiran sampai kesitu pun, mengerjakan apa yan diperintah ayahnya.
“Ini yah, minumanya dingin?, apa mau dibuatin yang baru?” sambil menaruh minuman itu di meja kecil dekat tempat tidur ayahnya.
“Nggak sayang, terimakasih. Sekarang kamu tolong tutup pintu itu, lalu duduk di samping ayah, ayah mau bicara sama kamu sayang!!!” dengan menatap wajah sang ayah yang tampak serius. Tanpa bicara apapun dia menuruti perkataan ayahnya, lalu dia mendekat, dan duduk di samping ayahnya yang berada di atas tempat tidur yang lumayan luas.
“Kamu tu cantik, sayang” belai rambut Renna, yang Nampak indah. Kelakuan itu pun, dilakukan dengan memaksa anaknya untuk melayani nafsunya, Jeritan sang anak yang meronta tak dihiraukan yang terpenting kepuasanya. Saat bersamaan istrinya pulang, dan membuka pintu kamar, betapa kagetnya seorang ibu melihat anaknya dipaksa melayani nafsu sang ayah. Sampai kemudian setelah bercerai dengan sang suami, dan membawa Renna bersamanya.

Gelap mata batinya waktu itu, melihat Renna menanggis di pelukanya sambil berkata “mengapa ayah tega?” tanpa menjawab ibu Renna kemudian pergi mencari orang untuk dapat membunuh mantan suaminya itu. Malam itu begitu sunyi Pak. Imron tiada bekas sesal, dia tertidur dengan pulasnya, begitu mudah para pembunuh itu masuk, dan langsung masuk menuju ke kamar Pak. Imron, tanpa berfikir panjang tusukan pisau itu tepat di bagian hati berulang-ulang Pak. Imron berteriak, berulang kali pula tusukan itu mengenai bagian perut itu. Darah yang membekas di kamar itu begitu jelas di atas sebuah kasur, sampai-sampai tiada yang berani masuk untuk membersihkannya karena suara jeritan, dan bagian tubuh Pak. Imron yang mengenaskan sering terdengar, dan terlihat oleh para tetangga di sekitaran rumah itu sambil meminta tolong.

Beberapa tahun setelah kejadian ibu gadis cantik itu tertangkap polisi dengan para pembunuh yang dia bayar, tetapi arwah Pak. Imron itu tetap bergentayangan sampai sekarang. Entah apa yang dia minta sampai-sampai dia tak bisa tenang, tetap menjadi hantu yang sering menampakan dirinya setiap pukul 01.00 WIB, sama seperti kejadian itu berlangsung. Ditambah bertahun-tahun setelah kejadian rumah itu tak pernah ditempati, setiap ada yang menempati pasti mereka terusik dengan kejadian itu, sama seperti saya yang berjalan menyusuri jalan petang dekat dengan rumah itu sepulang kerja tepatnya pukul 01.00 WIB, mata ini tak menyangka akan menangkap sosok itu begitu hancur tubuhnya dengan darah yang mengalir, sambil mulutnya meminta pertolongan. Kaki saya begitu terpaku di bumi, mulut begitu susah berteriak sampai saya akhirnya pingsan, dan ditolong warga tetangga saya kemudian dibawah ke rumah, setelah kejadian itu saya benar-benar tak ingin melewati rumah itu lagi. Tetapi Renna menguatkan hati saya untuk dapat lebih percaya dengan iman saya, benar Renna yang kumaksud ialah Renna yang saya ceritakan yang sekarang menjadi pendamping hidup saya, meski seperti itulah masa lalunya saya tetap terima dia apa adanya.

By. @kikisyaumi
Catatan: cerita ini hanya fiksi belakang bila ada kesamaan nama atau sebagainya mohon dimaafkan, terimakasih.

Cerpen Karangan: Rizky Syaumi Kusuma
Facebook: Rizky Syaumi Kusuma
Namaku Rizky Syaumi kusuma, rumah gue dijl. tamn safari 2, sekolah gue di SMP Negeri 2 Prigen

Hear Me? Miss Me?

Namaku Megumi, aku bersekolah di SMAK SSang Timur (Tomang). Aku mempunyai sahabat bernama Monica, yang biasa kupanggil Monik. Setiap hari aku selalu bersama-sama dengannya, apalagi kami petugas agenda.
“Hmm… Megumi, lu kenal cowok itu gak?” Tanya Monik.
“Nggak lah, gue gak punya kenalan cowok kecuali kelas XI. Adik kelas aja gak kenal.” Jawabku pada Monik, “Lagian kenapa?”
“Lu nggak sadar apa? Tuh cowok ganteng banget..” Jelasnya.
“Ehm… Iya juga ya.” Kataku jujur.
“Tuh kan, lu mau comblangin gue sama dia gak?” Tawar Monik.
Hah? Monik suka dia? OMG..
“Terserah lu dah, gue comblangin deh..” Akhirnya aku jawab begitu.

Aku pun langsung tau namanya cowok yang ditaksir Monik adalah Christo, aku juga langsung tau nomor telponnya, tapi kok malah ada rasa cemburu gini ya?

Malamnya dia SMS aku.
“Hi, blm tidur?”
“Blm, knp emgny?”
“Haha gak papa.. Good night ya”
“Iy”

Esoknya, Monik datang kepadaku dengan wajah berseri-seri.
“Gue diSMS-in sama Christo! Isinya begini: ‘hai, kenalan yuk.’, ‘o iya boleh nama gue Monik.’, ‘ooo.. Salam kenal ya’ gitu!! Gregetan banget tau!!”

2 bulan kemudian, Monik tiba-tiba hampirin aku.
“Lu kok tega banget sama gue! Gue kecewa sama lu!!” Seru Monik.
“Ya, Mon! Gue bisa jelasin sama lu..” Kataku.
“Percuma! Gua benci sama LU!”

Ya, 2 hari yang lalu aku jadian dengan Christo. Tapi balasannya aku malah dibenci sama Monik.

2 bulan Monik sudah gak masuk sekolah, dia juga gak beri kabar ke sekolah. Bayangan Monik perlahan-lahan menghilang dari hidupku.

1 tahun silam, aku mendengar kabar bahwa Monik telah tiada. Aku bingung, mau lega atau senang. Aku melihat semua permakaman Monik. Saat semua sudah pulang, aku ke kuburan Monik. Aku diam, meratapi nisannya.
“Hear Me?”
“Siapa itu?”
“Miss Me?”
Suara misterius itu memenuhi benakku. Siapa sih? Tapi kuburan ini sangat sepi. Mana mungkin ada orang! Apa mungkin…
“Miss Me?”
Kubuka HPku, lalu kusuruh Pak Zayda untuk segera menjemputku.

SRUUU
Tetesan hujan membasahiku. Tetesan hujan..
Namun bewarna merah segar.
Hujan DARAH.
Tiba-tiba aku sudah berada di alam gelap, di dinding itu selalu terdengar suara “Hear Me? Miss Me?”
Aku baru tau bahwa itu suara Monik. “Megumi, Miss Me?”
Tiba-tiba ular putih melilit tubuhku. Setelah itu aku tidak sadar apa-apa lagi.

THE END

Cerpen Karangan: Bianca Rachela N.
Nama: Bianca Rachela N.
Umur: 10 tahun
Sekolah: SDK Sang Timur
Temenan yuk!

Akhir Perjalanan

Tubuhku terasa sangat ringan, seperti dapat tertiup angin. Seperti melayang di udara. Aku menghampiri kaca mobil yang retak dan bercermin di sana. Aku melihat tubuhku sendiri, tapi ini berbeda! Tidak seperti dulu yang begitu cantik. Wajahku hancur, rambutku kusut, tubuhku hanya tertutup kain putih panjang, koyak, dan lusuh. Tiada lagi pakaian indahku dan harum parfumku dulu, atau sepatu hak tinggi. Bau anyir menyengat. Kakiku tak menginjak tanah! Aku terdiam dan hari semakin malam. Semua orang meninggalkanku di bawah pohon ini…



Alunan musik memenuhi ruang mobil mewah ini. Sedan putih mengilat melaju menembus jalan pegunungan. Di kanan kiri jalan disambut pepohonan hijau. Mereka berjajar gagah namun merunduk seakan patuh pada sesuatu yang tak terlihat. Alam memang kuat namun bersahaja. Alam terlalu suci untuk dikotori perbuatan tercela manusia, seperti aku. Sekelebat teringat kebejatan yang ku lakukan selama ini. Kekagumanku pada keindahan alam yang terpampang di balik kaca mobil ini tak seberapa dibanding kekagumanku pada diriku sendiri. Aku cantik, manarik, bersuara merdu, dan pandai merayu lelaki. Aku menikmati kebersamaanku dengan para lelaki yang mampu penuhi semua inginku, nafsuku, dan ambisiku.
Seperti Donny, lelaki yang sedang menyetir di sampingku. Ia membawaku dengan mengendarai sedan putih ke tempat menginap eksklusif di kaki pegunungan ini. Siapa yang tak mengenal daerah ini? Begitu sejuk dan romantis untuk menghabiskan waktu berdua bermalam dengan pasangan. Ya, seperti aku dan Donny. Sore ini kami memulai perjalanan untuk mencari penginapan di daerah ini. Langit yang mulai teduh dan hawa semakin sejuk menyapa perjalanan kami.

“Venna, kita jadi nginep di mana?” tanya Donny. Pria tampan itu tersenyum padaku.
Aku yang sejak tadi menikmati pemandangan, kini beralih menikmati ciptaan Tuhan yang satu ini. Donny. Siapa wanita yang tak kan terpikat padanya? Ayahnya seorang mantan pejabat tinggi yang juga punya beragam bisnis. Donny mewarisi salah satu bisnis ayahnya. Dengan segala fasilitas nomor wahid ditambah wajah rupawan, ia pun mampu menaklukkan hatiku. Walau ada hal yang tidak aku suka dari dia. Aku terlalu bandel dan tidak peduli dengan statusnya yang telah beristri. Ya, Donny bukan pria lajang…
“Kita cari yang bagus dong.. Masa mau nginep di tempat murahan sih, Sayang” ujarku manja. Donny tertawa renyah. Ia memang mempesona. Aku sangat menyukai segala hal tentangnya, kecuali satu: istrinya. Oh ya, satu lagi.. Dia juga sudah mempunyai seorang anak berumur 2 tahun. Masa bodoh dengan semua itu! Toh, Donny sendiri mau main gila denganku.

Perkenalanku dengan Donny terjadi ketika aku ada job menyanyi di sebuah kafe eksklusif. Profesi utamaku memang penyanyi. Dengan bermodal suara merdu dan wajah cantik, tidak sulit mendapatkan job menyanyi dari kafe ke kafe, atau dari panggung ke panggung. Sayangnya, aku belum berkesempatan menjadi penyanyi rekaman. Sebenarnya penghasilanku lumayan, tapi aku masih selalu merasa kurang. Untuk biaya perawatan tubuh, kostum panggung, perhiasan, assesoris, tas, sepatu, kacamata, kendaraan pribadi, dan lain-lain. Semua barang pendukung harus aku miliki agar penampilan terlihat lebih ‘wah’. Itu salah satu caraku untuk memikat hati orang yang memakai jasaku.

Namun selain menyanyi, aku juga tidak menolak ajakan kencan para pria yang terkagum-kagum dengan pesonaku. Tentunya harus ada imbalan yang setimpal. Bisa dibilang itu layanan ‘plu-plus’. Hingga aku berkenalan dengan Donny dan kali ini ada yang berbeda. Tidak seperti pria-pria lain yang hanya ku butuhkan uangnya, tapi khusus Donny, aku juga butuh ia selalu di sampingku. Entah karena ia yang paling kaya, paling tampan, paling perhatian, atau karena kami memang saling menyayangi. Ya, semua itu benar! Tanpa peduli Donny sudah beristri dan punya anak. Aku merasa ia sungguh mencintaiku dan sebaliknya aku pun sama.

Memandang wajah Donny membuatku semakin bernafsu untuk memilikinya. Aku menggenggam pundak Donny yang sedang menyetir mobil. Perjalanan kita hampir sampai ke tempat penginapan. Tiba-tiba ponsel Donny yang diletakkan di dashbor berbunyi tanda ada panggilan masuk. Aku segera mengambilnya. Aku baca nama yang tertera di layar ponsel: “My Lovely Wife”.
“Dari siapa, Venna?” tanya Donny sambil tetap fokus menyetir.
“Istrimu! Kenapa masih telepon? Kamu udah pamit dengan alasan urusan bisnis kan?” tanyaku mulai curiga.
“Iya… Tapi kalau telepon begitu biasanya penting.”
“Penting apa?” aku me-reject panggilan dari istri Donny.
“Venna, Sayang… Jangan di-reject!” Donny mulai memprotesku.
Beberapa saat kemudian, sebuah pesan singkat masuk. Dari “My Lovely Wife”, isinya: “Mas Donny, Reyhan lagi sakit demam. Dia rewel panggil Papa terus. Tolong, bisa pulang sekarang!” Aku memicingkan mata membaca SMS itu. Kenapa bukan aku yang jadi istrinya? Aku cemburu. Anaknya sakit, lalu haruskah Donny pulang?
“Venna, mana handphone-nya sini!” Donny meminta ponselnya. Aku tidak memberikannya. Beberapa saat suasana hening. Aku sedang kesal, mungkin Donny juga. Maaf Donny, aku harus berulah begini. Aku tak ingin diganggu istrimu! Tapi kemudian panggilan masuk lagi. Dari “My Lovely Wife”.
“Istriku lagi yang telepon? Sini, kasihkan HP-nya! Venna!” nada suara Donny mulai meninggi.
“Aku udah bilang, aku gak mau acara kita ini terganggu sama istrimu! Termasuk dengan telepon ini!” bentakku.
“Venna, acara kita tetap lanjut kok! Tapi biarin ku angkat telepon istriku!” Donny masih menyetir tapi dengan satu tangan berusaha meraih ponsel dari tanganku.
Tanpa pikir panjang, aku membuka jendela mobil lalu melempar ponsel itu ke jalan! Aku menggenggam tangan Donny dan berkata tegas, “Kamu milikku, Don!”
“Venna!! Hey!! Apa-apaan kamu?!” Donny berteriak sambil berupaya melepas tangannya dari genggamanku. Ia menoleh ke belakang, melihat jalan di mana ponselnya aku buang. Konsentrasi Donny sudah buyar. Ia tak memperhatikan lagi jalan di depannya. Padahal tempat penginapan yang kami tuju sudah dekat.
Aku yang melihat jalan itu tersentak. Beberapa meter di depan mobil ini ada sosok nenek menyeberang jalan. Kondisi jalan pegunungan yang berupa tikungan tajam sangat curam. Ditambah langit yang gelap karena matahari baru terbenam. Rasanya mobil ini tak mampu menghindari nenek yang tepat di depan kami.
“DONNY!!! AWAASSS!!!” jeritku.
Donny tersentak lalu membanting setirnya ke kiri.
BRRAAKKK…!!! Mobil menabrak pohon besar di tepi jalan. Aku merasakan sakit di sekujur tubuh. Pandanganku gelap. Hening.



Mataku terbuka. Aku berada di samping mobil yang hancur menabrak pohon. Aku melihat seorang pria berlumuran darah dibopong oleh orang-orang yang berkerumun menyelamatkannya. Aku memandang wajahnya. Aku ingat, itu Donny! Oh, Donny-ku… Malangnya nasibmu. Masih hidupkah kau? Lalu diriku sendiri? Masih hidupkah aku??

Tubuhku terasa sangat ringan, seperti dapat tertiup angin. Seperti melayang di udara. Aku menghampiri kaca mobil yang retak dan bercermin di sana. Aku melihat tubuhku sendiri, tapi ini berbeda! Tidak seperti dulu yang begitu cantik. Wajahku hancur, rambutku kusut, tubuhku hanya tertutup kain putih panjang, koyak, dan lusuh. Tiada lagi pakaian indahku dan harum parfumku dulu, atau sepatu hak tinggi. Bau anyir menyengat. Kakiku tak menginjak tanah!
Aku mulai menangis, merintih, meratapi diriku. Semakin kencang menangis, namun tak ada sorang pun yang peduli. Aku berteriak keras-keras tapi yang terdengar hanya desahan tak jelas. Ingin pergi dari sini. Aku ingin pulang ke rumahku, tapi tubuh ini seperti terpaku di sini. Aku terdiam dan hari semakin malam. Semua orang meninggalkanku di bawah pohon ini…

(Orang-orang yang melewati jalan itu atau berhenti di bawah pohon besar itu, terutama pada malam hari mengaku sering mendengar suara tangisan perempuan. Para warga sekitar mempercayai itu adalah makhluk penghuni pohon besar yang merupakan arwah korban kecelakaan. Wallahu’alam… Hanya Allah Yang Maha Mengetahui tentang roh yang terbatas oleh penglihatan manusia. Mari kita jadikan pelajaran hidup. Sebagai hamba-Nya, kita semestinya selalu berbuat kebaikan pada siapapun agar selamat di manapun kita berada.)

Cerpen Karangan: Riski Diannita
Blog: riskidiannita.blogspot.com
Facebook: Diannita Riski
Namaku Riski Diannita. Aku lahir di Mojokerto, 5 April 1991. Kunjungi blog aku yaa di riskidiannita.blogspot.com atau Facebook Diannita Riski dan Twitter @RiskiDianNita saLam kenaL..

ad2